Saya karyawati biasa.
Berumur 25 tahun. Yang bekerja dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore. Mungkin
beberapa kali overtime, tapi yang pasti saya warga biasa seperti puluhan ribu
warga Indonesia lainnya. Dan mungkin seperti ribuan warga lainnya, dulu saya
tidak pernah mengikuti perkembangan politik. Mungkin bisa dibilang saya tidak
pedulu dengan apa yang terjadi di dunia politik sana. Saya buta.
Entah mulai dari
kapan, saya mulai membaca dan mengikuti perkembangan politik di negeri ini.
Tapi yang pasti, saya mulai gencar mengamati politik yang terjadi sejak
pemilihan presiden 2014 kemarin. Agak sedikit telat tampaknya untuk seorang
warga negara berumur 25 tahun. Well, lebih baik telat daripada tidak sama
sekali.
Saya tidak ingin
mengutarakan pendapat politik saya di sini. Saya masih hijau. Saya hanya ingin
sedikir berbagi rasa. Setiap kali saya membaca berita saya semakin merasa miris
terhadap apa yang terjadi di kaum elite sebelah atas sana. Saya tidak pernah
habis pikir, orang bisa kehilangan akal pikiran, hati nurani hanyak karena
harta dan kekuasaan.
Cerita-cerita yang
saya baca di majalah berita, biasanya saya temukan dalam sebuah film. Saya
tidak pernah membayangkan bahwa cerita-cerita tersebut bisa menjadi terjadi
dalam kehidupan nyata. Seorang jurnalis yang membuka praktik korupsi di
pemerintahan daerahnya dibunuh orang tak dikenal dan belum diketahui siapa
pembunuhnya. Seorang aktivis antikorupsi, dibacok, diteror, dan ditembak oleh
orang-orang tak dikenal. Dan para polisi itu tidak pernah berhasil melacak
siapa pelakunya. Seperti plot sebuah film Hollywood kan?
Dan seperti yang
sekarang sedang disaksikan jutaan rakyat Indonesia. Pertikaian anatara 2
lembaga penegak hukum. Saya sendiri sih tidak berpikir bahwa ini adalah
pertikaian. Karena 1 lembaga hukum tidak pernah bermaksud bertikai, hanya saja
1 penegak hukum itu kayak anak kecil yang diambil mainannya trus marah-marah,
sewot, ngajak berantem. Dan ngajak berantemnya dengan minta dukungan dari ibu,
bapak, kakek, nenek, kakek buyut, nenek buyut, keluarga tujuh turunan diajak.
Saya hanya tidak habis
pikir, serakus itukah orang-orang terpandang itu sampai melakukan seribu cara
untuk dapat memakan uang rakyat Indonesia? Atau jangan-jangan mereka pikir,
uang yang membayar mereka, uang yang ingin mereka habiskan itu adalah uang
hasil panen di sawah? Ada jutaan pohon uang di sawah-sawah Indonesia jadi bisa
seenaknya mereka renggut uang tersebut.
Sebenernya mereka
hidup di dunia sebelah mana saya juga tidak yakin. Jangan-jangan mereka sebenarnya
tinggal di planet Jupiter sehingga mereka tidak pernah melihat jerih payah
warga Indonesia mencari nafkah dan merelakan beberapa persen penghasilan mereka
untuk menjadi penghasilan terbesar negara dan dengan mudahnya di makan oleh
orang-orang yang di Jupiter itu.
Kami ini warga yang
sangat percaya pada orang-orang Jupiter itu. Dengan suka rela membayar pajak
tanpa mempertanyakan dengan detail kemana uang hasil kerja mereka itu berujung.
Kami hanya mengelus-elus dada karena jalanan yang biasa kami gunakan untuk
pergi ke kantor sudah berlubang di sana-sini padahal baru sekitar 6 bulan yang
lalu diperbaiki. Kami tidak serta merta langsung berunjuk rasa ke kantor pajak
ketika ada teman kami yang mengalami kecelakaan motor karena tidak bisa melihat
lubang akibat adanya genangan air yang menutupi lubang tersebut. Kami warga
yang baik kan?
Dan orang-orang
Jupiter itu membalas kebaikan kami seperti itu. Memakan uang kami. Menghabiskan
uang kami untuk cacing-cacing di perut bunci mereka. Mungkin cacing-cacing di
Planet Jupiter harus makan 100 kali dalam sehari, harus makan di restoran
bintang lima dengan menu appetizer, main course dan dessert, harus duduk di
mobil mewah seharga 1 milliar dan harus minum air yang berasal dari pegunungan
Swiss. Mungkin jika tidak begitu cacing-cacing itu akan kepanasan, membuat
orang-orang Jupiter tersebut kesakitan. Kasihan kalau sakit, nanti mereka tidak
bisa bekerja untuk warga Indonesia lagi.
Entahlah, saya tidak
pernah mengerti isi otak orang-orang itu. Tidak pernah mengerti perasaan
mereka. Benarkah mereka tidak memilik rasa cinta? Rasa cinta terhadap negeri
ini, rasa cinta terhadap sesama warga negara ini? Ah,, saya salah, mereka
memiliki rasa cinta terhadap cacing-cacing mereka. Dan, tentu saja mereka tidak
cinta negara ini, mereka kan dari Jupiter.
Saya hanya merasa
sedih karena orang-orang itu memperlakukan negara ini seperti itu.
Memperlakukan warga negara ini seperti itu. Begitu berharganya kah kekuasaan?
Begitu hebatnya kah uang?
Semoga orang-orang itu
segera kembali ke Jupiter dan tidak akan pernah kembali lagi ke negeri ini.