Umur Bara baru 4.5 bulan. Jadi baru selama itu saya memberikan ASI untuknya. Dengan pengalaman saya yang masih minim ini saya ingin bercerita sedikit tentang perjalanan meng-ASI-hi saya. Saya harap cerita saya ini dapat lebih memacu saya untuk tetap semangat memberikan ASI dan mungkin bisa membantu calon ibu muda yang ingin memberikan ASI kepada bayinya.
Di postingan saya tentang persiapan sebelum melahirkan saya memasukkan kunjungan ke konselor laktasi sebagai hal yang wajib dilakukan jika memang ingin memberikan ASI pada buah hatinya. Waktu itu saya sempat kebingungan mencari konselor laktasi yang ada di Cilegon. Setelah mencari-cari di instagram, sambil bertanya ke teman-teman kantor lainnya, akhirnya saya menemukan kontak Mbak Yani, anggota KPAB (Komunitas Peduli Asi Banten). Di usia kehamilan saya yang ke 32 minggu, Mba Yani sepakat untuk datang ke rumah saya dan memberikan materi tentang menyusui. Semuanya dijabarkan secara mendetail oleh beliau. Bagaimana ASI diproduksi, kandungan ASI, mengetahui tanda kecukupan ASI, latch on yang benar, manajemen ASIP, dan tetek bengek lainnya. Saya dan suami pun sangat terbantu dengan informasi yang diberikan dan sangat cukup menjadi bekal kami dalam meng-ASI-hi Bara. Untuk calon ibu yang ingin mengunjungi konselor laktasi (atau ikut kelas laktasi), jangan lupa ajak suami/ibu/mertua/siapa pun yang akan berada dalam satu rumah ya.
Walaupun sudah mendapatkan paparan lengkap dari konselor laktasi, perjalanan menyusui saya juga tidak langsung lancar. 3 hari awal pasca kelahiran, ASI saya belum ke luar. 2 hari awal, saya masih sangat santai, di hari ketiga, melihat mulut Bara kering, tangisan saya pecah. Saya sudah berusaha untuk menyusui setiap 2 jam sekali tapi ASI tetap belum keluar. Suami selalu menyemangati, kakak ipar menyarankan saya untuk merangsang payudara dengan pompa (selain dengan DBF). Tepat 72 jam setelah lahir, karena ASI saya belum keluar akhirnya kakak ipar saya memberikan ASI-nya untuk Bara. Melihat Bara lahap minum ASIP (dengan menggunakan sendok), pikiran saya langsung lega. Saya kembali bersemangat untuk memompa. Akhirnya di hari ketiga, di malam hari, ASI saya menetes ketika dipompa. Sungguh bahagianya saya melihat tetesan itu. Hasil pompa langsung saya berikan ke Bara. Hari-hari selanjutnya cukup tenang. Bara tetap saya susukan secara langsung dan sesekali saya pompa payudara saya (di mana hasil pompa saya terkadang hanya membasahi pantat botol, atau hanya 10-20 ml). Tepat 1 minggu setelah Bara lahir, kami kontrol ke dokter. Dan saat itu dokter mengatakan bahwa Bara kuning. ASInya kurang, minumnya kurang. Bara pun harus disinar 36 jam di rumah sakit. Lalu Bara minum bagaimana? Saya harus memompa ASI saya. Awalnya saya khawatir karena biasanya hasil pompa saya tidak banyak, namun, entah kenapa, saat itu karena dokter menghakimi ASI saya sedikit, semangat saya terbakar untuk membuktikan bahwa dokter itu salah. Dan benar. Ketika Bara disinar, hasil pompa saya meningkat menjadi 50-60ml. Dan Alhamdulillah itu sangat cukup untuk sekali minum Bara. Keluar dari rumah sakit, Bara semakin kuat menyusu dan Alhamdulillah sampai saat ini ASI saya masih sangat mencukupi kebutuhan Bara.