Walau rasanya telat banget baru cerita sekarang tentang perjalanan kehamilan (anak saya sudah berumur 3,5 bulan) tapi gak papa lah ya untuk dokumentasi saya. :)
Saat itu, saya tidak terpikir sama sekali bahwa saya hamil. Saya bercerita santai kepada salah satu teman kerja bahwa saat itu saya sering kali ke kamar mandi, buang air kecil. Teman saya pun berceletuk, "Lo udah coba test-pack belom?" Err.. Tidak terpikirkan sama sekali. Maklum, sudah 2 tahun menikah, sudah beberapa kali saya mencoba test pack dan hasilnya selalu negatif. Tapi tidak ada salahnya kan mencoba? Pulang kantor saya sempatkan mampir ke apotek untuk membeli test pack. Dicoba di rumah, dan akhirnya si garis dua muncul. Yeay!
Saat itu, saya tidak terpikir sama sekali bahwa saya hamil. Saya bercerita santai kepada salah satu teman kerja bahwa saat itu saya sering kali ke kamar mandi, buang air kecil. Teman saya pun berceletuk, "Lo udah coba test-pack belom?" Err.. Tidak terpikirkan sama sekali. Maklum, sudah 2 tahun menikah, sudah beberapa kali saya mencoba test pack dan hasilnya selalu negatif. Tapi tidak ada salahnya kan mencoba? Pulang kantor saya sempatkan mampir ke apotek untuk membeli test pack. Dicoba di rumah, dan akhirnya si garis dua muncul. Yeay!
Pertama kali lihat saya bengong dulu beberapa saat. Setelah yakin, garis dua merah itu masih ada, saya buru-buru keluar kamar mandi, teriak memanggil Nofec yang sedang menyiram rumput di halaman depan. Saya langsung kasih lihat hasilnya. Muka Nofec langsung berbinar. Kami berpelukan deh.
Saya dan Nofec bukan pasangan yang ingin menunda untuk memiliki momongan, tapi kami juga tidak terlalu ngotot untuk segera memiliki anak. Yah, kapan dikasihnya aja. Tapi jujur, saya sendiri dari awal menikah, kadang sering bertanya pada diri sendiri "Sebenarnya, kenapa sih saya ingin memiliki punya anak? Apa karena desakan dari keluarga? Bosan ditanya orang sekitar? Merasa tersaingi karena teman yang menikah belakangan dari saya sudah hamil? Terpacu karena melihat postingan anak dari teman-teman saya di media sosial? Karena kodrat sebagai manusia harus punya keturunan? Untuk melanjutkan generasi keluarga?" Pertanyaan-pertanyaan itu seringkali muncul di pikiran saya. Entah ya, mungkin bagi orang lain, pertanyaan saya terasa janggal. "Kok gitu sih mikirnya soal anak?" Tapi ya gimana ya. Saya benar-benar hanya ingin hati dan pikiran saya mantap untuk memiliki anak. Sama seperti ketika saya memutuskan untuk menikah. Saya tahu bahwa saya ingin memiliki teman hidup. Saya tahu saya tidak akan bahagia jika hidup saya dihabiskan sendirian. Saya butuh teman hidup di saat saya sedih atau bahagia. Maka, saya pun mantap menikah dengan Nofec.
Sampai sekitar pertengahan tahun 2018, saya datang ke salah satu acara ulang tahun anak teman saya. Banyak anak kecil yang hadir. Awalnya perasaan saya biasa saja di acara itu. Ngobrol-ngobrol dengan teman. Tapi di tengah acara, ketika para anak kecil yang hadir berkumpul di depan, tiba-tiba mata saya berkaca-kaca dan airmata keluar sedikit. Sungguh, saya juga bingung kenapa. Padahal anak-anak itu lagi menyanyi dan menari. Lah, kenapa saya jadi menangis? Kalau kata orang itu hidayah kali ya. Saat itu, hati dan pikiran saya seperti berkata mantap "Ya, aku ingin punya anak." Kalau ditanya kenapa, saya pun tetap tidak bisa memberikan jawaban pasti. Naluri ibu mungkin? Entah. Saya hanya tahu, saya ingin punya anak.
Mungkin setelah kemantapan itu, saya dan suami diperlancar oleh Allah untuk memiliki momongan. Tepat saat ulang tahun pernikahan yang kedua, 24 September 2018, saya mendapatkan garis dua merah itu. Rasanya luar biasa. Campur aduk. Antara bahagia dan kebingungan. Bingung karena kami berdua sama sekali tidak punya ide apa saja yang harus dipersiapkan untuk kehamilan ini. Nofec pun memulai mencari-cari artikel tentang kehamilan. Dirangkum dan diletakkan di buku catatannya. Saya juga mulai mencari-cari di internet, kadang kebingungan dengan segala mitos. Tapi yang paling membuat bingung soal skincare dan makanan. Hehehe... Kalau kata dokter sih, tidak ada pantangan soal makanan. Soal skincare, beliau jujur tidak terlalu paham soal skincare, tapi beliau menyarankan untuk tidak menggunakan dulu. Setelah mencari-cari dan bertanya-tanya, saya memutuskan tetap menggunakan skincare, tapi beberapa saya ganti brand dan hanya yang utama saja yang saya pakai (sabun cuci muka, pelembab dan sunscreen).
Untuk dokter kandungan saya tidak banyak pertimbangan. Tanya teman, banyak yang konsultasi ke Dr. Akam di RSIA Permata Serdang. Saya ikuti saja. Saya tidak pernah berganti dokter. Rumah sakitnya enak, dekat dengan rumah, jadwal Dr. Akam pun banyak sekali. Dari hari Senin sampai Sabtu. Senin-Jumat dari pagi sampai malam. Sabtu dari pagi sampai sore. Alasan utama tidak berganti dokter sebenarnya karena jam kerjanya yang banyak (tapi dokternya juga enak sih buat aku, jadi ya kenapa harus berganti). Saya tidak perlu buat janji dulu, atau menunggu hari tertentu jika ingin cek kehamilan.
Saya pernah mencoba ke salah satu dokter yang banyak direkomendasikan teman saya untuk USG 4D. Katanya, dokternya baik, dia akan menjelaskan detail tentang kondisi bayi kita lewat USG 4D. Tapi, dokternya hanya prakter Jumat malam, Sabtu dan Minggu. Itupun waktunya tidak bisa ditentukan. Jadi, sebelum konsultasi, kita harus membuat janji terlebih dahulu, nanti kita akan dikonfirmasi kembali untuk jam prakteknya. Pertama kali saya membuat janji untuk hari Jumat jam 8 malam. Sampai jam 10 malam lebih, dokternya belum datang (dokternya dari Jakarta). Saya menyerah. Sejak hamil, saya tidak kuat jika harus begadang di luar rumah (apalagi sambil duduk menunggu). Kepala saya pusing. Sayapun pulang. Saya mencoba untuk kedua kalinya. Lewat telepon, saya membuat janji hari Sabtu. Beberapa hari kemudian, saya mendapat sms konfirmasi untuk jam kunjungnya di jam 3 sore. Hari Sabtu jam 2, saya mendapat sms lagi yang mengatakan konsultasi mundur ke jam 5 sore. Saya pun datang jam setengah 5 sore. Menunggu sampai jam 6 sore, dokternya belum datang dari Jakarta. Saya pun pulang ke rumah dulu untuk makan. Sekitar jam 7 malam, saya mendapat telepon mengatakan bahwa dokternya tidak bisa prakter hari itu. Dijadwalkan ulang hari Minggu jam 2 siang. Karena ada acara lain, saya pun menolak jadwal itu. Sesudah itu saya tidak pernah mencoba ke dokter itu. Saya tidak kuat disuruh menunggu seperti itu. Terlebih lagi karena saya sebenarnya tidak ada masalah dengan Dr. Akam, kehamilan saya tidak bermasalah, dan janin saya selalu sehat ketika diperiksa. Jadi, saya tidak merasa darurat untuk USG 4D (terlebih dengan dokter susah untuk membuat janji). Mungkin, saya kurang sabar ya, tapi ya sudahlah.
Banyak yang ingin saya ceritakan di masa kehamilan saya. Nanti saya buat postingan selanjutnya aja. *Semoga niat dan tindakannya selaras ya!
No comments:
Post a Comment