Dulu, waktu saya belum sedewasa ini saya selalu bilang: "ah, saya gak mau ambil pusing dengan dunia perpolitikan, saya ga suka nonton berita, saya gak mau tau apa yang pemerintah lakukan selama saya masih bisa hidup dan makan sekarang." Apatis? Iya. Saya sendiri malu dengan diri saya sendiri jika mengingat saya pernah melontarkan pernyataan seperti itu.
Saya pertama kali nyoblos itu pada saat pemilihan presiden tahun 2009. Pada saat itu saya excited untuk memilih karena saya sadar bahwa pilihan saya akan menentukan masa depan bangsa. Saya excited tapi tidak diikuti dengan keinginan saya untuk lebih mengenal kedua capres ini. Jadi saya memilih sesuai dengan pilihan Bapak saya pada saat itu, karena saya yakin 100% bahwa pilihan Bapak saya merupakan yang terbaik diantara para kandidat lainnya.
Dan tahun 2014 ini adalah kali kedua saya mencoblos presiden, dengan dua kandidat Pak Prabowo dan Pak Jokowi. Saya sama sekali tidak ingin mengambil jalur apatis dan saya juga tidak ingin seperti di tahun 2009, memilih berdasarkan pendapat Bapak tanpa menelusuri track record dari masing-masing kandidat. Jadilah, mulai dari pemilu legislatif saya mulai lebih aware dengan dunia perpolitikan ini. Dan akhirnya keluarlah dua kandidat presiden kita ini.
Jujur, selama kampanye presiden ini saya agak muak dan sensi dengan segala berita yang terlalu negatif dan yang terlalu postif untuk kedua capres kita. Semua berita yang entah benar atau hanya fitnah belaka bertebaran di media sosial saya. Ras, agama, masalah HAM, bahkan penampilan fisik kedua capres pun dibahas. Saya, walau saya akui saya merupakan pengagum Pak Jokowi, yang merupakan swing voter merasa kebingungan berita mana yang harus saya percaya. Tapi hal itu menjadikan pelajaran untuk saya agar lebih aware dengan dunia perpolitikan dari awal, tidak hanya ketika akan ada pemilu. Karena berita-berita yang tersebar selama pemilu sudah sama sekali tidak netral. Mungkin ada yang netral, tapi entah berapa persen dari semua berita yang muncul pada masa kampanye ini. Seandainya saya lebih memperhatikan berita dari dulu, lebih aware dengan politik dari dulu, lebih rajin membaca berita dari dulu, saya yakin akan lebih mudah menentukan pilihan. Lesson learned.
Walau kadang sedikit emosi dengan hiruk pikuk per-pilpresan, tapi entah kenapa hiruk pikuk ini menjadi penyemangat saya untuk menggunakan hak pilih saya. Saya jadi semangat untuk bertanya bagaimanakan cara saya bisa mencoblos di daerah yang bukan merupakan DPT saya. Entah, euforia pilpres ini berbeda jauh dengan sebelumnya (atau hanya perasaan saya saja ya?). Ramai. Semua orang seakan berlomba-lomba ingin memenangkan capres pilihannya. Semua orang ingin merasakan perubahan Indonesia. It was so good, right? Terlepas apapun pilihan Anda, sangat menyenangkan melihat banyak orang peduli dengan masa depan Indonesia. Dan saya juga tidak mau ketinggalan, saya juga ingin menjadi sejarah.
Dan akhirnya, tadi jam 12 siang saya memilih di TPS dekat rumah saya. Dan benar-benar dekat.. TPS saya berada di garasi rumah kontrakan saya. Jadi, ketika saya buka pintu rumah saya langsung berhadapan dengan bilik suara. It was so good to vote. Salah satu tindakan yang menunjukkan bahwa kita masih sangat care dengan bangsa kita. Jadi, kalau ada yang golput, pasti nanti akan menyesal. Jika presiden pilihan kita menang dan beliau menjalankan tugasnya sesuai harapan kita, rakyat Indonesia, maka kita pun akan merasa senang dan bangga karena telah memilih sosok yang tepat. Kita telah menjadi bagian proses perbaikan Indonesia. Sedangkan jika capres kita menang dan menjalankan pekerjaannya tidak seperti yang kita harapkan, maka kita pun bisa menghujat, menuntut, menagih janji-janji beliau. Kita punya hak seutuhnya untuk melakukan itu, karena kitalah yang memilih mereka. Sedangkan, jika kita golput, kita akan langsung dihujat "heh, enak aja lo sekarang marah-marah, nuntut-nuntut, lo kemarin milih beliau gak?" Jadi, saya menyimpulkan, golput itu gak enak dan saya berusaha sebisa mungkin untuk tidak golput.
(pas pemilu legislatif kemarin saya gak nyobolos, dan masih sedikit menyesal untuk itu)
(pas pemilu legislatif kemarin saya gak nyobolos, dan masih sedikit menyesal untuk itu)
No comments:
Post a Comment