Study Tour untuk kelas 1 selalu dilaksanakan setiap
tahunnya oleh SMA saya. Study Tour ini ditujukan untuk mengenalkan beberapa
perguruan tinggi yang ada di Indonesia kepada para siswa. Study Tour ini tidak
diwajibkan untuk semua siswa, karena biaya perjalanan ditanggung oleh
masing-masing siswa. Jadilah ada beberapa siswa yang tidak ikut. Ketika saya
duduk di kelas I, study tour ini masih dilaksanakan. Kota tujuan kami kali ini
adalah Yogjakarta, Bandung dan Jakarta. Walaupun tujuan utamanya adalah untuk
mengenal universitas lebih dekat, tapi apa rasanya study tour tanpa
jalan-jalan. Jadilah, selain mengunjungi UGM, ITB dan UI, kami juga mengunjungi
tempat pariwisata di masing-masing kota yang kami kunjungi. Di Yogjakarta kami
ke Malioboro, di Bandung kami ke Tangkuban Perahu dan factory outlet, dan di
Jakarta kami pastinya ke Dufan dan TMII.
Karena memang biaya yang kami keluarkan cukup murah
untuk perjalanan ke 3 kota selama 1 minggu, maka kami harus menerima semua
fasilitas, entah yang baik atau yang buruk, dari penyelenggara acara. Hal
pertama yang harus kami terima dengan dada yang lapang selapang luas lapangan
sepakbola adalah kenyataan bahwa bis yang kami gunakan selama 1 minggu berkursi
3 dan 2. 3 kursi di sebelah kanan dan 2 kursi di sebelah kiri. Jarak antara 1
kursi dengan kursi di depannya sangat pas untuk membuat lutut kaki saya
bergesekan dengan kursi di depan saya. Saya kasihan melihat Sisi yang duduk di
sebelah kanan saya. Ia harus selalu memiringkan kakinya setiap kali duduk. Jika
tidak, maka kakinya akan melayang di udara karena lututnya terangkat ke atas.
DI sebelah kanan saya Sisi, dan di sebelah kiri saya Trisna. Ya, saya duduk di
sebelah kanan bis dengan 3 kursi dan saya duduk di tengah.
Setelah saya menerima dengan hati lapang masalah
bis, hal kedua yang harus yang terima dengan hati lapang selapang luas hutan hujan
tropis adalah penginapan di Bandung. Setelah menginap di hotel (penginapan)
yang cukup bagus dan bersih di Yogjakarta, kami harus mengalami pengalaman
menyeramkan ketika di Bandung. Saya lupa
nama penginapan di Bandung apa, kalau tidak salah Wisma Pos dan entah berada di
jalan mana. Dari luarnya saja, kalian pasti mengerti kenapa saya menyebut
penginapan ini menyeramkan. Kami sampai di penginapan ini malam hari. Denagn
penerangan yang kurang ememadai, dari luar penginapan ini seperti tidak pernah
dihuni berpuluh-puluh tahun. Masuk ke dalam penginapan tidak membuat rasa
‘menyeramkan’ itu berkurang.
Kamar kami dibagi sesuai nomor absen. Sejujurnya,
saya lupa saya sekamar dengan siapa saja. Yang pasti kalau saya tidak salah
ingat Oneng sekamar dengan saya. Beberapa menit awal, kami baik-baik saja. Kami
mengobrol dan bercanda seperti biasa. Tapi, tiba-tiba suasana di luar kamar
menjadi berisik. Penasaran dengan apa yang terjadi, kamipun keluar kamar.
Bertanya dengan teman kami yang juga sudah ada di luar kamar, akhirnya kami
tahu apa yang terjadi. Di salah satu kamar cewek kelas I-I, terdapat noda darah
di lantai kamar mandinya. Penghuni kamar itupun langsung minta untuk pindah
kamar. Mendengar hal tersebut, kami semua pun menjadi ketakutan. Selama
beberapa saat kami tidak berani untuk masuk kamar. Saking ketakutan dan
paniknya, Manik menyarankan agar kami semua, semua cewek dari kelas I-2, untuk
tidur sekamar. Dan kami semua pun menyetujuinya. Jadilah kamar yang awalnya
hanya ditempati oleh 4 atau 5 orang sekarang ditempati oleh 13 orang (saya
tidak ingat jumlah pasti cewek kelas saya yang ikut, yang pasti di atas 10
orang). Karena jumlah tempat tidur tidak memadai dengan jumlah orang, kami pun
hanya duduk-duduk di atas kasur dan di lantai.
Ketika sedang asyik-asyiknya mengobrol, salah satu
teman saya menyeletuk. “Gila ini kasur, diduduki banyak orang gini.
Jangan-jangan ntar ambruk lagi.” Dan tiba-tiba terdengar suara “Bruukk” yang
cukup keras. Yah, kasur yang kami duduki beneran ambruk. Beberapa detik kami
terdiam, lalu buru-buru bangkit dari kasur. Kami tidak tahu harus melakukan
apa. Melaporkan kepada guru kami tentu bukan pemecahan masalah yang tepat.
Seorang teman sayapun mengajak kami agar mengembalikan posisi kasur ke posisi
awal. Kamipun bersama-sama merapikan kasur, meletakkannya di posisi awal dan
merapikan sprei, seolah-olah tidak ada yang terjadi. Akibat kejadian itu, kami
semua pun duduk di lantai dan tidur di sana, dalam posisi duduk. Entah apa yang
membuat kami melakukan hal ini, padah ada 3 kamar kosong lainnya dengan kasur
masih utuh, tidak ambruk. Begitulah kami menghabiskan waktu semalaman.
Extra:
Cerita horror tidak hanya berhenti di noda darah di
kamara mandi saja. Ketika kami semua sudah berpindah di satu kamar, salah satu
teman cowok saya berkunjung ke kamar di sebelah kamar kami. Katanya, di sana
dia melihat ‘Witha’ sendiri. Ketika ditanya kemana anak-anak yang lain ‘Witha’
hanya pergi ke luar kamar. Setelah dikonfirmasi, Witha mengatakan bahwa dia
tidak pernah berkunjung ke kamar sebelah. Saya pun merasa bahwa memang semua
anak cewek kelas saya berada di kamar kami semalaman dan tidak ada yang keluar
kamar. Jadi, siapa si ‘Witha’ itu?
Selama kami tidur di kamar dengan posisi yang sangat
tidak enak, ada beberapa teman saya yang tidak tidur. Mereka merekam wajah kami
yang sedang tidur. Dan beberapa yang tidak tidur itu mengatakan bahwa semalaman
mereka mendengarkan suara cewek menangis dan suara guyuran air dari kamar
mandi.
Entahlah, apa cerita-cerita itu bisa dipastikan
kebenarannya atau tidak. Tapi jika kalian pernah datang dan menginap di
penginapan itu, kalian pasti akan langsung percaya 100% bahwa semua cerita
horror itu benar tanpa harus berpikir panjang.
No comments:
Post a Comment