Pages

BIS

Sunday, December 27, 2015

Siang ini saya harus kembali ke Cilegon setelah liburan di Jakarta. Dan seperti biasa saya naik bis jurusan Kp. Rambutan-Merak dari terminal Kampung Rambutan. Setelah mengetem cukup lama, bis mulai berjalan meninggalkan terminal. Siapapun yang pernah naik bis umum, pasti kenal sifat bis semacam ini. Sebelum memasuki tol, bis akan bergerak perlahan, sangat perlahan seperti kura-kura untuk menjaring penumpang sebanyak mungkin. Tiba di suatu belokan, seorang ibu-ibu akan naik, bis berhenti sesaat. Namun, di belakang sudah mengantri mobil dan bis yang akan berbelok dan membunyikan klaksonnya dengan tidak sabar. Ibu-ibu yang hendak naik itu agak sedikit kerepotan karena membawa beberapa tas. Dia memberikan 1 tasnya kepada kondektur bis, mengisyaratkan agar diletakkan di dalam bagasi. Namun, karena bis sudah ditunggu mobil-mobil di belakangnya, si kondektur menolak dan menyuruh si ibu membawa tasnya ke dalam bis.

Kita, warga Indonesia ini, sabar dan baik sekali ya.

Pernah mengalami beberapa kejadian ini? 

1. Berdiri dari Kebun Jeruk sampai Cilegon lewat tol dan membayar dengan harga yang sama?

2. Jika beruntung, jika bis sudah penuh, kita bisa saja dapat tempat duduk di tangga pintu bis berdesakan. Dan membayar dengan harga yang sama

3. Pernah bis saya tumpangi dapat operan penumpang dari bis dengan jurusan yang sama. Entah kenapa bis itu mengoper penumpangnya. Setelah bis itu menurunkan penumpangnya, bis tersebut pergi tanpa memerhatikan penumpangnya dengan detail. Penumpang yang dioper tersebut harus rela berdiri (di bis sebelumnya mereka semua mendapatkan tempat duduk) dari Kebun Jeruk sampai Cilegon. Dan mereka tetep harus membayar.

4. Seorang calon penumpang bertanya kepada kondektur apakah kota A dilewati bis, si kondektur menjawab “Ya” dengan yakin. Bis berjalan, hingga kondektur memanggil penumpang tadi dan menyuruhnya turun di bahu jalan tol. Penumpang tersebut kaget, dia pikir bis tersebut benar-benar akan melewati kota A. Kondektur bilang, “tidak keluar tol, tapi kalau lewat pembatas tol nanti ketemu angkot dan bisa ke kota A.” Penumpang tersebut pasrah dan akhirnya turun dari bis.

Kalau diingat-ingat sedih rasanya dengan transportasi umum seperti itu. Kami sebagai penumpang tidak mendapatkan hak kami dan terkadang kami tidak dimanusiakan. Bagaimana mungkin kami harus berdesakan di dalam bis, berdiri, lewat tol sepanjang 100 km lebih? Di mana letak kemanusiaannya? Di mana letak amannya?

Alhamdulillah saya diberi kesempatan untuk 2 kali ke luar negeri. Ke Korea Selatan dan Hong Kong. Jika ditanya, hal apa yang paling saya rindukan dari perjalanan ke luar negeri tersebut saya akan bilang, trasnportasi umumnya. Saya rindu sistem MRT/subway/kereta api dan bis umumnya. Semuanya teratur, nyaman dan pastinya memberikan rasa aman kepada penumpang. Aman dari kecelakaan dan aman dari pencopet.

Kadang saya bingung juga, yang harus dirapikan terlebih dahulu itu sistem transportasinya atau mental kita sebagai penumpang? Mental kita yang mau serba cepat dan instan. Kita tidak mau menunggu di halte. Kita seenaknya memberhentikan bis di belokan, di pintu tol, di jalan tol, di manapun kita mau yang kita rasa paling dekat dengan tujuan kita. Entah bis yang mengikuti kemauan penumpang sehingga berhenti sembarangan atau penumpang yang mengikuti arah perginya bis?

Tapi dengan sistem transportasi umum yang carut marut seperti ini, kita tidak pernah memprotes dengan lantang. Paling kita hanya bersungut-sungut dengan rekan, teman atau keluarga. Walau sedikit memprotes kita tetap mengeluarkan duit kita untuk bis-bis itu. Kadang, seringkali saya mendengar omongan, ya namanya juga di Indonesia, kamu mau ngarepin apa. Atau, ya udah untung sih dapet bis daripada enggak. Atau ya namanya juga bis umum, murah, kalau mau nyaman mah beli mobil sana. Biasanya kalau mendengar kalimat-kalimat seperti itu, saya langsung, baiklah. Merelakan uang saya diambil tanpa 100% mendapatkan hak saya sebagai penumpang.

Lalu, saya pernah membaca twitter Joko Anwar, seperti ini:



Dan iya bener. Masa’ kita selalu merendahkan bangsa kita. Memang kalau di Indonesia lantas kita tidak bisa memiliki sisem transportasi yang bagus? Masa karena murah maka kita tidak bisa dimanusiakan dan mendapatkan jaminan keselamatan jika menaiki transportasi umum. Kita harus membinasakan pemikiran-pemikiran seperti itu. Saya benar-benar berharap pemerintah benar-benar memberikan perhatian khusus tentang kenyamanan transportasi dan segera membenahinya. Selain sistem yang dibenahi, mental kita sebagai penumpang juga harus dibenahi. Kita harus mulai membiasakan untuk memberhentikan kendaraan umum di halte, atau untuk sekarang, karena memang belum banyak halte yang benar-benar berfungsi sebagai halte, maka paling tidak berhentikanlah kendaraan umum di tempat yang sekiranya tidak akan membuat kemacetan, seperti di belokan atau di pintu tol. Langkah kecil yang jika dilakukan oleh banyak orang tentu bisa membuat perubahan.  

Dengan adanya pembangunan MRT dan rencana Ahok yang ingin meremajakan KOPAJA, Metromini dan kawan-kawannya di Jakarta, saya harap semangat tersebut bisa menyebar ke seluruh Indonesia. Peremajaan armada tranportasi dan perbaikan sistemnya sangat perlu dilakukan untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada kami, warga Indonesia yang menggunakan sistem tersebut.

Saya optimis, dalam waktu dekat, saya juga bisa merasakan kenyamanan berkendaraan umum Indonesia seperti yang saya rasakan di Korea Selatan atau Hongkong. 




No comments:

Post a Comment

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS