Pages

Chapter 2. Working with a bunch of guys: I can not believe what i’ve already done now if i look at myself 10 years ago

Tuesday, December 29, 2015

Mungkin cerita saya di sini bisa dianggap biasa saja oleh orang lain karena mungkin ada ratusan atau ribuan wanita lain yang memiliki pengalaman yang lebih luar biasa dibandingkan apa yang saya alami. Tapi buat saya apa yang pernah saya alami merupakan pengalaman yang luar biasa dan benar-benar menguji ketangguhan saya sebagai wanita.

Saya gadis biasa, berumur 26 tahun yang dulu kuliah di jurusan Teknik Material di salah satu perguruan tinggi negeri di Indonesia. Saya sengaja memilih kuliah di luar Bali, pulau tempat keluarga saya tinggal untuk melepaskan sifat manja saya. Iya, saya tipikal gadis rumahan yang selalu mengikuti kemana pergi ibu jika ada acara keluarga. Jika saya mendapat masalah saya seringkali lari ke kedua orang tua saya untuk memecahkan masalah tersebut. Berpikir jika saya kuliah di Bali akan membuat saya tidak pernah menjadi mandiri, maka saya memutuskan untuk kuliah di Bandung.

Kuliah di Bandung, memang membuat saya menjadi lebih mandiri sebagai manusia. Tapi saya tetap menjadi gadis pemalu yang canggung, terutama jika berhadapan dengan orang-orang baru dan terutama jika harus berhadapan dengan pria. Saya pemalu dan pendiam di hadapan orang-orang yang tidak kenal baik dengan saya. Mungkin bagi mereka, saya adalah gadis yang membosankan (mereka tidak mengatakan seperti itu, predikat itu saya tanamkan sendiri di otak saya mengingat tidak banyak teman yang saya punya dan jarang sekali saya nongkrong di tempat makan bersama teman-teman).

Selesai kuliah, saya diterima kerja di perusahaan baja di Cilegon. Awalnya saya berpikir akan ditempatkan di bagian quality control (mengingat latar belakang kuliah saya, dan karena saya wanita saya pikir saya tidak akan ditempatkan di bagian produksi). Ternyata saya salah total. Saya ditempatkan di Ironmaking Department, Blast Furnace Plant. Iya, kalo kata orang mah di industri baja, Ironmaking itu department paling riweuh dan kotor. Dan di Ironmaking Department, Blast Furnace Plant adalah plant yang paling susah diatur. Dan saya menjadi engineer di sana.

Saya dan teman-teman 1 departemen
Ditempatkan di pabrik yang bertugas untuk mengubah bijih besi menjadi besi cair sebenarnya sudah cukup menjadi momok buat saya, ditambah lagi dengan saya adalah satu-satunya engineer wanita di sana. Atau lebih tepatnya saya adalah satu-satunya wanita yang bekerja di Blast Furnace Plant (sebelum ada 2 interpreter wanita yang meramaikan pabrik ini).

Butuh waktu 3 bulan saya akhirnya bisa sedikit berbaur dengan pria-pria ini. Dan mungkin setelah 6 bulan lebih saya bisa bercanda lepas dengan mereka tanpa perlu merasa canggung. Awal-awal bekerja di sini saya merasa kesepian, dengan wanita saja saya masih suka malu, apalagi berhadapan dengan segerombolan pria. Tapi untungnya, pria-pria di sini sangat baik dengan saya. Jadi, lambat laun saya pun bisa berbicara lepas dengan mereka.

Bekerja sebagai engineer Blast Furnace merupakan pengalaman yang, saya bingung harus menggambarkan apa, sedih, menyenangkan, pahit, capek, menyebalkan, atau entahlah.
Ketika Blast Furnace pertama kali beroperasi, di akhir tahun 2013, saya harus bekerja di kantor 36 jam. Tidak di kantor, lebih banyak di lapangan. Setelah itu selama 7 hari, saya masuk 12 jam, dari jam 7 pagi sampai 7 malam, setiap harinya.  Mungkin karena ada rekan kerja saya yang kecelakaan motor ketika berangkat kerja, kami pun diberikan kelonggaran. 12 jam per hari selama 7 hari, lalu libur sehari, kemudian kembali lagi 12 jam per hari selama 7 hari. Itu berjalan kurang lebih selama 3 bulan.

Menjadi engineer di pabrik harus selalu siaga untuk dipanggil kapanpun jika ada masalah di pabrik.   Hari libur, jam 2 malam, jika pabrik bermasalah, maka engineer harus datang. Tapi dikarenakan saya cewek, terkadang rekan-rekan engineer lainnya akan menyuruh saya untuk tidak datang dan berjaga di siang hari saja.

Selama hampir 2 tahun saya bekerja sebagai engineer dan di bulan Juni 2015 kemarin, saya dipindahtugaskan di bagian Raw Material Inventory Management. Masih di departemen yang sama. Apa tugas saya yang baru? Saya bertanggung jawab terhadap balance raw material (iron ore, coal, material aditif) yang digunakan di Blast Furnace dan Sinter Plant. Saya harus mengestimasikan kapan satu raw material akan habis dan mengajukan pembelian ke procurement sebelum material tersebut benar-benar habis.

Dengan pekerjaan saya yang baru, lapangan kerja saya pun berbeda. Sebelumnya, saya harus berhadapan dengan pabrik penghasil besi cair, sekarang saya harus berhadapan dengan bulk material yang disimpan di lapangan terbuka. Saya harus terus mengecek aktual inventory bulk material tersebut, setiap brand.  Sekarang mungkin ada sekitar 16 brand yang harus saya monitor. Dan setiap brand jumlahnya bisa mencapai ratusan ribu ton. Dan saya harus mengontrol agar material tersebut sesuai jumlahnya antara aktual di lapangan dengan jumlah di sistem. Perbedaan jumlah aktual dan sistem bisa disebabkan karena adanya material yang hilang akibat berpindahnya material dengan truk. Maka dari itu, saya harus memastikan ratusan ribu ton yang ada di lapangan itu tidak hilang apabila terjadi perpindahan material.


Saya dan iron ore (saya juga gak tahu itu lagi ngapain di lapangan)
Dan bertanggung jawab akan itu luar biasa capeknya. Dari sisi fisik dan juga mental. Kalau dari segi mental, saya yakin semua pekerjaan memiliki kecapekan tersendiri. Kalau dari fisik, terus terang sangat melelahkan jika saya mengecek bulk material, maka mau tidak mau saya harus berjalan kaki mengelilingi semua lapangan raw material. Itu capek. Beneran.

Dan puncak kelelahan saya adalah ketika ada audit raw material inventory di pertengahan Desember kemarin. Untuk menyiapkannya, saya harus berkeliling lapangan seharian ditemani dengan angin kencang yang lumayan membuat badan masuk angin. Di hari audit, saya juga harus menemani auditor mengecek lapangan seharian ditemani dengan hujan dan juga angin kencang.

Walau dengan segala susah payahnya, saya merasa puas dengan segala pengalaman yang saya dapatkan di pabrik baja ini. Dulu saya tidak pernah membayangkan bahwa saya bisa bertahan di lingkungan yang penuh dengan kaum adam. Dulu saya tidak pernah membayangkan bahwa saya bisa bertahan di lingkungan kerja yang harus berhadapan dengan mesin, alat-alat berat. Dulu saya tidak pernah membayangkan bahwa saya bisa bertahan bekerja yang mengharuskan saya banyak bekerja di lapangan. Kalau dikatakan pekerjaan saya yang sekarang bukanlah pekerjaan impian saya. Bukanlah pekerjaan yang bisa menggambarkan seorang Ikrima Nathisa yang dulu sangat pemalu, yang tidak mau pergi ke warung dekat rumah karena ada anjing, yang tidak bisa pergi jauh dari ibunya. Tapi dengan tercebut di dunia ini, saya merasa sudah menjadi wanita yang lebih tangguh, paling tidak lebih tangguh dari diri saya sebelumnya. Saya merasa lebih dewasa, mandiri, dan sedikit lebih mudah beradaptasi daripada sebelumnya.

Pekerjaan saya di pabrik baja ini adalah suatu pengalaman yang luar biasa untuk diri saya sendiri. Saya terkadang tidak percaya bahwa saya bisa melakukan pekerjaan saya di sini. Walau mungkin untuk ke depannya, saya ingin tidak bekerja di pabrik lagi (mengingat saya akan menikah, hamil dan memiliki anak) tapi saya sangat senang bisa mendapatkan pengalaman berharga ini.

No comments:

Post a Comment

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS