Pages

Note 1.

Sunday, October 12, 2014

So, how's your life now? What's the difference?

You know... when you have someone, then your mind, your heart, your brain will not think only about yourself but also that person. It's not all about you again. Like, when you want traveling, you will be excited when thinking it would have been nice if traveling with him. Or when you eat good food, you will think that it would be nice if you can share that food with him. I think it's not about giving your world for him, but sharing your world with him. So, i think that's the difference in my life now, i have someone to share my world with.

Let's Talk About Relationship: Menikah, Fasa atau Target?

Sunday, August 10, 2014

Bro, menikah itu fasa, bukan target. Inget itu.

Suatu malam. Di kantor. Ketika hanya ada saya dan dua teman pria saya di ruangan kantor.

Entahlah, tiba-tiba saja malam ini saya teringat itu dan membuat saya ingin menulis ini. Mungkin juga karena kemarin saya baru saja memposting artikel di halaman facebook saya tentang 20 hal yang bisa dilakukan di umur 20 tahunan selain menikah. A good article, i think. Penuh dengan bucket list yang bisa kita buat untuk mengisi waktu kita di usia 20 tahunan. Travelling,  do your hobby, do more ‘me time’, etc. And you know what comment that I’ve got from this article?

“This, lo lagi galau mau nikah ya?”
“Udah deh, ga usah pake excuse karena emang belum nikah.”

I am not judging those comment. I am fine with that. That was just a joke for me.
But, I am just surprised.

Buat kita-kita yang sudah berumur 20 tahun ke atas, well okey, 23 tahun ke atas mungkin, apalagi kalau sudah menginjak 25 tahun ke atas, dan terutama untuk para wanita, pertanyaan basa basi keluarga “kapan nikah?”, “mana calonnya?”, “kapan nyebar undangan?” dan pertanyaan sejenisnya seakan seperti tombak yang dilayangkan ke kita dan siap menghujam otak dan hati kita. Bete? Yes. Sebel? Yes. Bosen? Yes. Seakan-akan ingin teriak ke hadapan mereka. “YAELAH BOY, KALAU GUE UDAH PUNYA CALON, UDAH MAU NIKAH, GAK USAH LO TANYA, GUE KASITAU KELEUS. KALAU PERLU GUE BUAT IKLAN DI TIPI.”

Weekend Corner: Tulus and SWCIII

Saturday, July 19, 2014

Jadi, tanggal 21 dan 22 Juni kemarin saya menonton konser dari dua artis dari dua negara yang berbeda dengan genre musik yang berbeda. Tulus dan Shinee. Saya menonton Tulus di acara Banten Jazz Night yang diselenggarakan di Hotel Royal Krakatau Cilegon (yes, Tulus was in Cilegon) pada hari Sabtu malam. Dan besoknya saya meluncur ke Ancol Jakarta untuk menonton konser tunggal Shinee pertama di Indonesia. Yes, SWCIII was in Jakarta. So excited!!!

Konser Tulus direncanakan akan dimulai pukul 7 malam, tetapi karena Tulus sedikit terlambat datang ke Cilegon, maka konser pun diundur hingga pukul 8 malam. Hm.. mungkin penggunaan kata konser sedikit tidak tepat disini. Karena Tulus tampil hanya 1 jam dari pukul 10 malam sampai 11 malam dengan membawakan 10 lagu. Sebelum Tulus tampil ada beberapa band india jazz asal Banten yang membawakan lagu mereka sendiri atau lagu yang sudah terkenal seperti Setapak Sriwedari dari Maliq n D'essentials. Selain band indie dari Banten, ada juga 1 band jazz asal Jakarta bernama Japra. Saat itu adalah kali pertama saya menonton aksi panggung Japra dan mendengar lagu mereka. Atau mungkin lebih tepatnya saat itu adalah kali pertama saya mendengar ada band bernama Japra. Dan saya langsung suka dengan penampilan mereka. Di awal penampilan, mereka me-remake lagu Nirvana yang Smells Like Teen Spirits suasana jazz. And it was soo good!! Selanjutnya mereka membawakan beberapa lagu mereka. Walau banyak yang tidak mengetahui lagu mereka, tetapi penonton tetap ikut begoyang bersama mereka. Itu karena memang aksi panggung Japra sangat menarik. Dan yang paling diinget tentu saja ketika Japra membawakan lagu Pelangi di Matamu dari Jamrud. Seisi ballroom hotel Royal Krakatau seakan disihir untuk ikut serta bernyanyi bersama mereka. Dibawah adalah link video Japra ketika menyanyikan Smells Like Teen Spirits dan Pelangi di Matamu yang saya temukan dari youtube. Tapi, video ini bukan direkam dari acara Banten Jazz Night. 


They're good right?

Vote!!!!

Wednesday, July 9, 2014

Dulu, waktu saya belum sedewasa ini saya selalu bilang: "ah, saya gak mau ambil pusing dengan dunia perpolitikan, saya ga suka nonton berita, saya gak mau tau apa yang pemerintah lakukan selama saya masih bisa hidup dan makan sekarang." Apatis? Iya. Saya sendiri malu dengan diri saya sendiri jika mengingat saya pernah melontarkan pernyataan seperti itu. 

Saya pertama kali nyoblos itu pada saat pemilihan presiden tahun 2009. Pada saat itu saya excited untuk memilih karena saya sadar bahwa pilihan saya akan menentukan masa depan bangsa. Saya excited tapi tidak diikuti dengan keinginan saya untuk lebih mengenal kedua capres ini. Jadi saya memilih sesuai dengan pilihan Bapak saya pada saat itu, karena saya yakin 100% bahwa pilihan Bapak saya merupakan yang terbaik diantara para kandidat lainnya. 

Dan tahun 2014 ini adalah kali kedua saya mencoblos presiden, dengan dua kandidat Pak Prabowo dan Pak Jokowi. Saya sama sekali tidak ingin mengambil jalur apatis dan saya juga tidak ingin seperti di tahun 2009, memilih berdasarkan pendapat Bapak tanpa menelusuri track record dari masing-masing kandidat. Jadilah, mulai dari pemilu legislatif saya mulai lebih aware dengan dunia perpolitikan ini. Dan akhirnya keluarlah dua kandidat presiden kita ini. 

Jujur, selama kampanye presiden ini saya agak muak dan sensi dengan segala berita yang terlalu negatif dan yang terlalu postif untuk kedua capres kita. Semua berita yang entah benar atau hanya fitnah belaka bertebaran di media sosial saya. Ras, agama, masalah HAM, bahkan penampilan fisik kedua capres pun dibahas. Saya, walau saya akui saya merupakan pengagum Pak Jokowi, yang merupakan swing voter merasa kebingungan berita mana yang harus saya percaya. Tapi hal itu menjadikan pelajaran untuk saya agar lebih aware dengan dunia perpolitikan dari awal, tidak hanya ketika akan ada pemilu. Karena berita-berita yang tersebar selama pemilu sudah sama sekali tidak netral. Mungkin ada yang netral, tapi entah berapa persen dari semua berita yang muncul pada masa kampanye ini. Seandainya saya lebih memperhatikan berita dari dulu, lebih aware dengan politik dari dulu, lebih rajin membaca berita dari dulu, saya yakin akan lebih mudah menentukan pilihan. Lesson learned. 

Walau kadang sedikit emosi dengan hiruk pikuk per-pilpresan, tapi entah kenapa hiruk pikuk ini menjadi penyemangat saya untuk menggunakan hak pilih saya. Saya jadi semangat untuk bertanya bagaimanakan cara saya bisa mencoblos di daerah yang bukan merupakan DPT saya. Entah, euforia pilpres ini berbeda jauh dengan sebelumnya (atau hanya perasaan saya saja ya?). Ramai. Semua orang seakan berlomba-lomba ingin memenangkan capres pilihannya. Semua orang ingin merasakan perubahan Indonesia. It was so good, right? Terlepas apapun pilihan Anda, sangat menyenangkan melihat banyak orang peduli dengan masa depan Indonesia. Dan saya juga tidak mau ketinggalan, saya juga ingin menjadi sejarah. 

Dan akhirnya, tadi jam 12 siang saya memilih di TPS dekat rumah saya. Dan benar-benar dekat.. TPS saya berada di garasi rumah kontrakan saya. Jadi, ketika saya buka pintu rumah saya langsung berhadapan dengan bilik suara. It was so good to vote. Salah satu tindakan yang menunjukkan bahwa kita masih sangat care dengan bangsa kita. Jadi, kalau ada yang golput, pasti nanti akan menyesal. Jika presiden pilihan kita  menang dan beliau menjalankan tugasnya sesuai harapan kita, rakyat Indonesia, maka kita pun akan merasa senang dan bangga karena telah memilih sosok yang tepat. Kita telah menjadi bagian proses perbaikan Indonesia. Sedangkan jika capres kita menang dan menjalankan pekerjaannya tidak seperti yang kita harapkan, maka kita pun bisa menghujat, menuntut, menagih janji-janji beliau. Kita punya hak seutuhnya untuk melakukan itu, karena kitalah yang memilih mereka. Sedangkan, jika kita golput, kita akan langsung dihujat "heh, enak aja lo sekarang marah-marah, nuntut-nuntut, lo kemarin milih beliau gak?" Jadi, saya menyimpulkan, golput itu gak enak dan saya berusaha sebisa mungkin untuk tidak golput.
(pas pemilu legislatif kemarin saya gak nyobolos, dan masih sedikit menyesal untuk itu)

Cerpen: MISS COBAIN

Sunday, July 6, 2014



Reina melihat sosok wanita di depannya. Alis hitam tebal. Rambut hitamnya lurus terjuntai ke pundak. Kulit sawo matangnya tampak sedikit memerah di daerah pipi. Bibir yang telah dipoles lipstick berwarna merah muda menyunggingkan senyuman terbaik. Tidak jelek. Cantik mungkin bukan kata yang pas, tetapi bisa dipastikan penampilan wanita ini tidak buruk. Reina memicingkan matanya. Mungkin jika wanita ini tidak menggunakan eyeliner hitam dia akan tampak lebih menarik. Rheina menatap lebih dalam. Tidak. Eyeliner hitam adalah andalan utama wanita ini. Bila ia tidak menggunakan eyeliner maka bisa dipatikan hampir semua orang akan bertanya padanya “Tidur jam berapa semalam?” Tidak. Tidak. Eyeliner itu harus tetap ia gunakan. Lalu apa yang salah dengan dirinya?

***

“Seriusan dia mau nikah?”
“Iya. Oktober nanti. Kenapa? Lo tertarik sama Marsha?”
“Ya iyalah sama Marsha. Masa’ sama cowoknya.”
“Sejak kapan lo suka sama Marsha?”
“Masih dalam tahap tertarik si Rein. Gue tertarik buat ngedeketin.”
“Lu udah tahu kan dia punya cowok?”
“Udah sih.”
“Trus?”
“Ya.. namanya juga`tertarik Rein.”
Reina terdiam. Ia membayangkan Marsha. Sosok gadis dengan tinggi sekitar 165 cm. Rambutnya hitam panjang bergelombang. Kulitnya putih. Muka ovalnya dibingkai mata bulat hitam yang sangat atraktif. Tipe ideal pria-pria Indonesia.
“Lo kenal dia kan Rein?”
“Iya, kenal gw.”
“Cowoknya?”
“iya, cowoknya temen gue juga.”
“Gue masih ada kesempatan gak?”
Reina mendesah pelan.
“Elu, Marsha, Doni, kalian semua itu temen gue. Gue gak mau ikutan hal-hal begini ah. Gue gak mau berpihak.”
“Ayolah Rein... Kenalin gw ke Marsha.”
“Trus, setelah gue kenalin? Dia mau nikah To”
“Lah, kan dulu lu sendiri pernah bilang ke gue, walo cewek itu udah punya pacar, lo masih ada kesempatan To.”
“iya, itu buat Ara. Lo juga udah ada cewek magang disini ga mau kenalan cuma karena dia udah punya cowok. Tapi ini Marsha. Gue kenal Marsha, kenal Doni dan menurut gue mereka itu udah pasangan paling cocok sedunia. Lo jangan ganggu-ganggu deh.”
“Ah,bedanya Ara sama Marsha apaan?”
Reina menatap pria didepannya dengan seksama. Rambut acak-acakannya. Mata ‘puppy eyes’-nya.
“Menurut pendapat gue, semua orang berhak untuk suka sama orang. Semua orang berhak untuk ngedeketin siapaun yang dia suka, walaupun dia sudah punya pacar. Karena bagi gue, kalau memang seseorang sudah sayang dan cinta ke satu orang,  siapapun yang mendekatinya tidak akan membuat dia goyah dan meninggalkan pasangannya.”
Pria di hadapannya menatap mata Reina tajam. Reina melanjutkan
“Tapi gue juga berpendapat kalau orang ketiga ini berhasil merebut pacar orang, maka dia harus berhati-hati karena jika yang direbut ini bisa meninggalkan pasangannya demi orang lain, maka dia juga bisa meninggalkan orang ketiga ini demi orang lain di masa yang akan datang.”
Mereka berdua terdiam.
“Jadi, kalo lo mau ngedektin Marsha silakan aja. Gue gak akan melarang. Tapi gue juga gak akan mendukung dan mencoba membantu elu. Kalian semua temen gue.”
Reina berdiri dari kursi kerjanya. Ia berjalan keluar ruangan dan menuju pintu bertuliskan ‘women’.  Reina duduk di salah satu bilik dan air mata mengalir di pipinya.

Cerpen: Bangku Kosong

Sunday, May 11, 2014


“Tiiit…..” suara klakson mobil terdengar dari luar rumah. Aku segera menghambur ke luar rumah, berseru dari teras rumah pada si empunya mobil.
“Tunggu bentar Kar! Aku ngabisin roti dulu.”
Karra, si empunya mobil, menurunkan kaca mobilnya dan mengacungkan jempolnya.
Aku berlari ke dalam rumah lagi.
“Mau nyapu kamu di sekolah Rin? Masih jam 6 kurang udah buru-buru, tumben.” Tanya ibu di meja makan.
“Yah ibu, berangakt pagi ditanyain, berangkat siang diomelin. Ya udah  si, syukurin aja Irin berangkat pagi ke sekolah.” Jawabku asal
“Iya, tapi ya gak usah toh sampe ribut-ribut gitu. Kayak mau pergi ke mana aja. Kamu mau nyontek peer tah?” Tanya ibu lagi.
“Mau ngambil kursi Bu.” Jawabku cepat, malas ditanya lagi.
“Ngambil kursi? Dari mana? Mau kamu bawa ke mana? Emang buat apa toh? Kelas  kamu gak ada kursinya?”
Ah, si Ibu. Satu dijawab, lima ditanya lagi. Memang sudah kebiasaan Ibuku  untuk selalu mengecek tingkah laku anak-anaknya yang menurut dia aneh. Dan menurut Ibu, tingkahku pagi ini aneh. Bangun jam 5 pagi, langsung mandi, sholat dan siap-siap buat ke sekolah. Padahal bel di sekolah baru berdering jam 7 lewat 15 menit. Biasanya aku berangkat ke sekolah jam 7. Makanya kejadian pagi ini membuat Ibu merasa wajib untuk menginterogasiku.

“Bukan, maksudnya mau nyari tempat duduk yang enak di kelas. Sekarang ‘kan baru naik kelas ni, jadi kelasnya baru. Mau nyari tempat duduk yang enak biar bisa jelas dengerin gurunya.” Jelasku sambil mengunyah potongan terakhir rotiku.
“Oh… bagus kalo gitu. Cari tempat yang paling depan ya biar suara guru kedengaran jelas.”
“Okeh bu…” Aku mengambil tasku dengan cepat, mengikat tali sepatu dan segera mencium tangan ibu.
“Assalamu’alaikum Bu.”
“Wa’alaikumsalam. Hati-hati ya Rin.”
Aku berjalan tergesa-gesa ke luar rumah, masuk ke dalam mobil Karra.

A Girl's Note

Thursday, April 10, 2014

If you know me then you should understand what kind of code that reflects from my attitude towards you

I dont mind you take away my phone without asking me first, looking whatever you want to look at my phone, and I dont even bother to ask you what are you doing with my phone

I dont mind you download an application in my phone without telling me first and I dont even talk to you about that when I saw a new icon in my phone. Do whatever you want to in my phone.

I dont mind you just take away my cable data without asking me first.

I dont mind talking about myself freely in front of you. I am talking about my bad habbit, about my familiy, my everything in my life. And sometimes I dont even bother to talk about something about myself that makes me proud. Like, hey do you know how lovely hair that I have?

I dont mind, if I can say, I love to debate with you over anything. I love that I can give my opinion freely as I can. And I also love how you try to keep your arguments win. I love how we compete in a debate.

I even text you privately when you are sick. Not in our group chat.

All of that will lead to one conclusion. I feel comfortable enough to be myself around you. I like you.

Chapter 1. Working with a bunch of guys. Is it heaven or hell?

Saturday, January 4, 2014

If you kow me well, then you will understand if I say that I am not Katniss Everdeen type. I am the girl next door type.

Kayaknya seru juga kalau saya cerita segala pengalaman senang, sedih, lucu, bikin emosi, bikin stress, dan segala emosi lainnya ketika saya bekerja sebagai engineer blast furnace di salah satu perusahaan swasta di Indonesia. Lebih tepatnya, satu-satunya engineer wanita. Saya hampir menjadi satu-satunya wanita yang bekerja di gedung kantor Blast Furnace jikalau tidak ada Ghina, interpreter kami. Ya, perusahaan saya perusahaan patungan antara perusahaan Indonesia dan Korea. Jadi dibutuhkan interpreter untuk membantu komunikasi antara orang Indonesia dan Korea.

Saya mulai bekerja bulan Juli 2012. Saya tidak mau cerita dari awal. Saya ingin menulis yang ingin saya tulis dan yang terpikirkan oleh saya.

Chapter 1. Working with a bunch of guys. Is it heaven or hell?

Banyak yang komen ke saya seperti ini:
"Thisa enak yah kerjanya bareng cowok. Seru."
"Banyak pilihan dong this di kantor?"
"Bolehlah dikenalin ke aku dong temen cowok kamu satu aja."
Memang semenyenangkan itu?

Yes, it is heaven:

1.  Bayangkan aja dari hampir 200 orang yang bekerja di gedung blast furnace ini, cuma ada dua cewek yang nyelip di sana. Bisa dipastikan hampir semua orang tahu nama kita. Haha, agak sedikit berlebihan sih, tapi serius. Karena itu juga bisa dipastikan kita sering dapet teguran, senyuman, salam seperti:
- Pagi Bu Thisa
- Pulang sama siapa Mba?
- Ih, Ibu makin cantik aja kalau dikuncir
- Makan siang Mba?
- Saya jadi grogi ada Mba Thisa
- Dunia kecil sekali ya Bu, di bawah ketemu, eh di lantai 5 ketemu Ibu lagi

2. Kerja sama cowok itu bisa mengurangi dosa ngegosip. Seriously. Bukan berarti ini cowok-cowok gak suka ngegosip yak. They do love gossips. Tapi cara mereka ngegosip itu beda. Gak banyak bumbu. What they saw/ heard that's what they told. Gak ada bumbunya. Gak heboh.

3. Flirting? Maybe in 3 first month. After that? You'll realize that they are valuable friends. You do not want to change the friends status. It is too priceless. Temenan sama segerombolan pria itu bikin saya belajar melihat masalah dengan cara pandang yang berbeda. Pria dan wanita itu seeeeebeeedddaaaaaa itu dalam melihat sebuah masalah. Temannya pria itu logika sedangkan wanita itu perasaan.

4. You're still have a privilleged as a girl. Dari ratusan pria di sini, masa kamu yang mesti ngangkat-ngangkat meja. Dari ratusan pria, masa gak ada yang mau nebengin kamu pulang. Dari ratusan pria, masa gak ada yang mau nemenin ke lapangan kalo sudah malam, atau tempat yang akan kamu kunjungi itu gelap dan sepi.
No, It is a Hell:
1. Karena bekerja di dunia cowok, kadang saya takut sifat-sifat cewek saya yang memang sudah rendah levelnya nanti semakin rendah. Setiap hari bergaul sama pria membuat saya secara tidak sadar bisa bersikap seperti mereka. Mungkin tidak (atau belum) seekstrim itu. Tapi saya takut. :p
2. Harus kuat menahan iman dan tahu benar kapan para pria ini cuma ngegodain kapan mereka beneran pdkt ke kamu. Well, kalau pengalaman saya mah, pria-pria sekitaran saya cuma pada becanda doang. Bilang thisa cantik, kita pacaran yuk, dsb, dsb. Jadi saya gak pernah masukin bercandaan mereka ke hati. Saya bales aja dengan bercanda juga. 
3. Bekerja di dunia cowok, menuntuk kita, sebagai cewek untuk bisa bekerja seperti mereka. Memang, masih ada privilleged-privilleged kecil yang saya dapatkan, tapi secara umum bekerja di duni cowok ini sungguh sangat melelahkan. Butuh stamina yang kuat.
 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS